Excellencies,
Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The United Nations exists to reject this doctrine. We must stand for all: the strong and the weak. Might cannot be right, right must be right.
(Yang Mulia, Thucydides memperingatkan: "Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menanggung apa yang harus mereka tanggung." Kita harus menolak doktrin ini. PBB hadir untuk menolak doktrin ini. Kita harus membela semua, baik yang kuat maupun yang lemah. Yang benar tidak bisa menjadi benar. Yang benar harus menjadi benar.)
Indonesia today is one of the largest contributors to United Nations peacekeeping forces. We believe in the United Nations. We will continue to serve where peace needs guardians — not with just words, but with boots on the ground. If and when the United Nations Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to help secure peace in Gaza or elsewhere. In Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when peace needs to be enforced, peace needs to be guarded. We are ready. We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters, we are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.
(Indonesia saat ini merupakan salah satu penyumbang terbesar Pasukan Penjaga Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami percaya pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, kami akan terus mengabdi di mana perdamaian membutuhkan penjaga — bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan pasukan di lapangan. Jika dan ketika Dewan Keamanan dan Majelis Agung ini memutuskan, Indonesia siap mengerahkan 20.000 atau bahkan lebih putra-putri kami untuk mengamankan perdamaian di Gaza atau di tempat lain, di Ukraina, di Sudan, di Libya, di mana pun perdamaian perlu ditegakkan, perdamaian perlu dijaga, kami siap. Kami akan memikul beban ini, tidak hanya dengan putra-putri kami. Kami juga bersedia berkontribusi secara finansial untuk mendukung misi besar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencapai perdamaian.)
Madam President, excellencies,
I propose to this assembly a message of hope and optimism — grounded in action and execution. Today, we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. Yes, it is true what she said. Without the international civil aviation organization, will we be here today? Will we sit in this Great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. We need the United Nations and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but we know the world needs a strong United Nations.
(Ibu Presiden, Yang Mulia, saya menyampaikan kepada majelis ini sebuah pesan harapan dan optimisme — yang didasarkan pada tindakan dan pelaksanaan. Hari ini kita mendengarkan pidato Ibu Presiden, Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Benar apa yang beliau katakan. Tanpa Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, akankah kita berada di sini hari ini? Akankah kita duduk di aula yang megah ini? Tanpa Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita tidak akan aman. Tidak ada negara yang dapat merasa aman. Kita membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Indonesia akan terus mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meskipun kita masih berjuang, kita tahu dunia membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kuat.)