“Kalau cari uang tambahan investasi bisa dengan IPO, namun tidak akan banyak. Jadi harus tetap berutang,” ujar Surya dihubungi, Rabu (15/3/2023).
Surya meminta PT Pertamina (Persero) untuk mewaspadai sejumlah risiko adanya sejarah ambang kebangkrutan perseroan akibat ekspansi pada era 70-an.
Dalam pengembangan perusahaan, seperti tertulis dalam laporan keuangan perseroan 2021, total utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas itu mencapai US$19,9 miliar atau sekitar Rp283,87 triliun (kurs Rp14.265 per dolar AS) per akhir tahun 2021, setara dengan 14,11% realisasi pendapatan negara pada APBN 2021 sebesar Rp2.011,3 triliun.
Persoalan muncul saat pelepasan saham anak usaha, seperti IPO PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang bisa menjadi risiko baru bagi perseroan.
“Jika salah kelola, negara juga harus menelan pil pahit,” ucapnya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha dari PGE disebut sengaja mendorong pelaksanaan IPO sebagai upaya diversifikasi pendanaan bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan anggaran belanja modal (capital expenditure/Capex).