sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kebijakan KRIS BPJS dan Potret Jaminan Sosial Kesehatan di Indonesia

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
24/02/2023 07:00 WIB
Jaminan sosial kesehatan merupakan instrumen penting dalam menopang kesejahteraan masyarakat di setiap negara.
Kebijakan KRIS BPJS dan Potret Jaminan Sosial Kesehatan di Indonesia. (Foto: MNC Media)
Kebijakan KRIS BPJS dan Potret Jaminan Sosial Kesehatan di Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Jaminan sosial kesehatan merupakan instrumen penting dalam menopang kesejahteraan masyarakat di setiap negara.

Baru-baru ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana akan menghapus kelas perawatan yang terdapat di sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dan diganti menjadi kelas rawat inap standar (KRIS).

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan pemerintah akan melakukan uji coba penerapan KRIS di 361 rumah sakit.

"Ini akan dilakukan uji coba lagi sampai akhir Desember dan akan dievaluasi lagi terkait kesiapannya," kata Dante dalam Market Review IDXChannel, Senin (20/2/2023). 

Pemerintah mengeklaim, adanya sistem KRIS ini akan menimbulkan banyak manfaat, di antaranya masyarakat dapat terlayani dengan baik dan setara. Hal itu lantaran kondisi ruang rawat inap yang tidak banyak terisi pasien.

"Masyarakat juga lebih enak karena tidak terlalu lama di rawat di rumah sakit. Sebab tidak berjubel di dalam ruangan dan itu menghindari adanya infeksi," ucapnya.

Namun, wacana ini juga tak terlepas dari pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada pula yang mempertanyakan urgensi penerapan KRIS ini.

Lalu, seperti apa sebenarnya perkembangan pelayanan yang diberikan BPJS RI selama ini?

Perkembangan dan Kepesertaan BPJS RI

Sistem BPJS kesehatan sebenarnya terbilang sebagai sistem yang cukup tua di Indonesia. Mengutip website resmi BPJS, sistem ini telah dibangun sejak 1968 melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968 dan terbentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK).

Lembaga ini kemudian mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun beserta keluarganya kala itu.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984 mengubah status BPDPK menjadi BUMN, yaitu PERUM HUSADA BHAKTI (PHB), yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya.

Pada tahun 1992, PHB berubah status menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992.

Pada Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM) yang selanjutnya dikenal menjadi program Askeskin.

BPJS Kesehatan pun resmi beroperasi pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT Askes (Persero). Pasca 2014, pemerintah menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan hingga saat ini.

Sejak 2014, peserta BPJS Kesehatan mencapai 144 juta peserta dan meningkat menjadi 157 juta peserta pada 2015. Adapun kenaikan kepesertaan cukup signifikan terjadi pada periode 2017-2018. Di tahun 2017, jumlah peserta mencapai 188 juta orang, melonjak hingga 208 juta orang pada 2018.

Kepesertaan sempat menurun pada periode 2019-2020 di mana pada 2019, jumlahnya mencapai 224 juta peserta. Namun pada 2020 turun menjadi 222 juta peserta. Pada 2021, jumlahnya kembali meningkat menjadi 235 juta jiwa.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron menyebut, meskipun belum ada perhitungan sepanjang 2022, tetapi kepesertaan ditargetkan mencapai 244,9 juta jiwa.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sebanyak 69,62% penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan pada 2022, naik 1,26 poin dari 2021. Dari jumlah tersebut, 62,22% penduduk di dalam negeri merupakan peserta BPJS kesehatan.

Bahkan, hanya 0,58% masyarakat yang menggunakan asuransi swasta. Artinya, beban pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan juga cukup berat. (Lihat grafik di bawah ini.)

Data ini menunjukkan, besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap jaminan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Kehadiran BPJS kesehatan masih menjadi pilihan utama dalam menopang kebutuhan akan kesehatan di Tanah Air.

Sempat Defisit Anggaran

Sayangnya, BPJS kesehatan sempat ditimpa kabar defisit anggaran sejak ia didirikan pada 2014. Di tahun tersebut, BPJS kesehatan telah mengalami defiit mencapai Rp500 miliar.

Angkanya terus menanjak menjadi Rp 5 triliun pada 2015, dan menjadi Rp6,8 triliun pada 2016. Setahun kemudian, defisit kembali menurun menjadi Rp3,6 triliun. Sementara tahun 2018 angkanya bengkak kembali menjadi Rp10 triliun lebih.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement