Saat ini, pemerintah sudah memberikan tarif khusus dalam harga jual pembangkit listrik energi terbarukan sebagai salah satu insentif fiskal. Sedangkan untuk insentif non fiskal sebagaimana diatur dalam PP Nomor 3 Tahun 2005, pengembangan energi terbarukan juga tidak memerlukan proses tender. Insentif fiskal lainnya bagi pengembang energi baru terbarukan yaitu tax allowance yang mencakup 145 segmen bisnis yang memenuhi syarat untuk tunjangan pajak.
Pemerintah juga menyiapkan insentif pajak dan subsidi bagi kendaraan listrik. Di mana subsidi sebesar Rp70 juta-Rp80 juta untuk mobil listrik berbasis baterai, subsidi sebesar Rp40 juta untuk mobil listrik hybrid, subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta per unit, serta konversi motor konvensional menjadi motor listrik sebesar Rp 5 juta per unit.
Insentif ini diberikan untuk mencapai target 2 juta kendaraan listrik di Indonesia pada 2025. Sementara itu, pasar kendaraan listrik global diperkirakan akan tumbuh sebesar 24,3 per tahun hingga 2028, dengan total penjualan mencapai 39,21 juta unit pada 2030.
Peluang ini dapat dimanfaatkan Pertamina melalui bisnis teknologi baterai, infrastruktur pengisian, dan kendaraan listrik misalnya membangun 10 ribu SPKLU di seluruh Indonesia hingga 2030 sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya.
Kemudian pengembangan hidrogen hijau juga berpotensi menjadikan Indonesia pemain utama di kawasan. Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina Salyadi Dariah Saputra mengatakan, hidrogen hijau bisa menjadi salah satu bisnis masa depan Pertamina.