Indonesia pun mendeklarasikan penurunan emisi menjadi 31,89 persen pada 2030 dengan target dukungan internasional sebesar 43,20 persen. Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah berupa penetapan target emisi nol bersih, pengembangan energi terbarukan, dan pengurangan subsidi bahan bakar fosil.
Keikutsertaan Indonesia juga dilatarbelakangi oleh konsumsi minyak bumi yang mencapai 1,5 juta barrels of oil per day (BOPD). Sementara produksi minyak dalam negeri hanya mencapai 700 ribu BPOD. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut, terdapat ketimpangan yang besar antara konsumsi dan produksi sehingga mengharuskan Indonesia untuk meningkatkan impor minyak.
Ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) ini tidak hanya berkontribusi terhadap neraca perdagangan tapi juga meningkatkan kerentanan terhadap fluktuasi harga minyak global dan risiko pasokan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia memiliki andil yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi yakni dengan menempatkan energi terbarukan sebagai salah satu pilar utama dalam strategi bisnis jangka panjang.
Dalam implementasinya, Pertamina mengalokasikan 15 persen dari belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk mengembangkan bisnis nol karbon ini.