Pengamat Energi Komaidi Notonegoro mengungkapkan, harga bahan bakar fosil yang rendah dan akses mudah terhadap pembiayaan untuk proyek-proyek berbasis fosil membuat transisi energi bersih menjadi lebih sulit.
Karena itu, Pertamina diminta lebih berhati-hati saat beralih ke energi bersih lantaran pendapatan Pertamina mayoritas masih berasal dari bisnis fosil.
"Kalau dilihat streaming pendapatan Pertamina, EBT saat ini hanya di panas bumi, uap, dan listrik. Kalau dihitung dari 2019-2023 itu hanya 0,7-1,1 persen. Artinya 98-99 persen pendapatan Pertamina masih dari fosil," katanya dalam media briefing di Sarinah, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Terlepas dari perdebatan tersebut, dana yang diperlukan untuk transisi energi juga sangat besar. Kesepakatan Paris berjanji untuk memberikan bantuan finansial sebesar USD100 miliar per tahun ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, Indonesia setidaknya membutuhkan dana sekitar Rp1.500 triliun untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Sementara itu, dalam laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), secara global investasi yang dibutuhkan mencapai USD131 triliun sepanjang 2021-2050.