"PPN 12 persen sudah disampaikan Pak Suryo (Dirjen Pajak), ini juga termasuk masalah fatsun politiknya saja, UU HPP yang tadi bapak ibu kita semua membahas kita sudah setuju, namun kita juga menghormati pemerintahan baru yang nanti termasuk pelaksanaan pembahasan mengenai target-target penerimaan negaranya," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso. Menurutnya, dalam pasal 7 UU HPP, kenaikan PPN menjadi 12 persen diterapkan per 1 Januari 2025.
"Kan sudah dihitung penerimaan kita itu target penerimaannya komponennya apa-apa kan sudah didetailkan di situ. Semuanya sudah diperhitungkan," katanya usai acara Perayaan Hari Jadi Kemenko Perekonomian ke-58 di Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Susiwijono menambahkan, proses penyusunan RAPBN 2025 dilakukan dengan melibatkan tim dari Presiden Terpilih, Prabowo Subiatno. Bahkan, tim transisi telah berdiskusi panjang yang terbukti dengan pelantikan Thomas Dwijandono baru-baru ini menjadi Wakil Menteri Keuangan II.
"Makanya itu sangat tepat sekali, supaya transisinya nanti bisa langsung jalan. Jadi sudah secara formal, sudah terlibat di dalam perumusan. Jadi saya kira malah akan lebih bagus maka lebih smooth lagi di dalam transisinya semuanya," katanya.
Meski demikian, kata Susi, penerapan PPN 12 persen tahun depan merupakan wewenang dari pemerintahan baru. "Belum tahu, nanti kan (keputusan) lebih banyak ke presiden terpilih," ujarnya.
Tuai Pro dan Kontra
Pemerintah pun diminta mengkaji kembali rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Sebab, perlu disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat ke depannya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan PPN ini memang diperlukan untuk menaikkan tax ratio. Namun, hal itu bisa menjadi masalah karena kondisi ekonomi saat ini.
"Pemerintah perlu meng-update kajiannya terkait kenaikan PPN dengan kondisi terkini, sehingga pemerintah dapat memastikan kebijakan tersebut tidak berdampak negatif bagi konsumsi masyarakat dan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Josua ketika dihubungi IDX Channel, Jumat (26/7/2024).
Menurutnya, kenaikan PPN tersebut memang akan lebih berdampak pada kelompok menengah, sehingga akan lebih banyak mengonsumsi barang sekunder dan tersier yang dikenakan PPN.
"Jika dibandingkan antara menengah bawah dan atas tentunya yang akan paling berdampak adalah kelompok menengah bawah karena kelompok ini lebih sedikit riil income nya (lebih sedikit savings dan investment-nya sehingga proses smoothing consumption akibat kenaikan PPN tidak akan selancar kelompok menengah atas)," katanya.