sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Polemik Maju Mundur Penerapan PPN 12 Persen di Awal 2025

Economics editor Dhera Arizona Pratiwi
26/12/2024 17:05 WIB
Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 terus ramai menjadi perdebatan publik. Bagaimana tidak, pajak menyangkut hajat hidup orang banyak.
Polemik Maju Mundur Penerapan PPN 12 Persen di Awal 2025. (Foto MNC Media)
Polemik Maju Mundur Penerapan PPN 12 Persen di Awal 2025. (Foto MNC Media)

Sektor industri otomotif pun tak luput bersuara. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai kebijakan PPN 12 persen dan opsen pajak bakal memengaruhi harga jual mobil baru. Hal ini akan berdampak pada menurunnya minat masyarakat untuk membeli mobil baru tahun depan.

"Kalau Anda lihat PPN 12 persen itu naik, jadi per satu persen itu untuk mobil (seharga) sekitar Rp200 juta, dampaknya sekitar Rp2 juta. Kemudian yang Rp400 juta dampaknya Rp4 juta," kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi saat ditemui di ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.

Selain itu, Nangoi juga menyorot soal perubahan aturan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Hal ini bisa membuat harga mobil semakin tinggi karena instrumen pajak yang semakin mahal.

Selain itu, buruh pun ikut berteriak. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun ikut menyampaikan empat poin tuntutan terkait rencana pemerintah menaikkan PPN. Hal ini disampaikan mengingat akan berdampak pada semakin mahalnya harga barang dan jasa, sehingga daya beli masyarakat merosot. 

“Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dikutip dari pernyataan resminya pada Rabu (20/11/2024).

Berikut empat poin tuntutan buruh:

1. Menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8-10 persen agar daya beli masyarakat meningkat
2. Menetapkan upah minimum sektoral yang sesuai dengan kebutuhan tiap sektor
3. Membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen
4. Meningkatkan rasio pajak bukan dengan membebani rakyat kecil, tetapi dengan memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya

Tiba-Tiba Berpotensi Diundur

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, penerapan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa jadi diundur. Padahal, sedianya kebijakan tersebut akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

"(PPN 12 persen) Hampir pasti diundur," ujarnya di Jakarta, dikutip pada Kamis (28/11/2024).

Menurut Luhut, rencana diundurnya kebijakan PPN 12 persen itu karena pemerintah ingin menggelontorkan stimulus atau insentif kepada masyarakat terlebih dahulu. Bentuk stimulus ini pun masih terus digodok hingga saat ini.

Dia menegaskan, bentuk stimulus atau insentif yang diberikan oleh pemerintah dipastikan tidak akan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), melainkan subsidi energi di sektor ketenagalistrikan.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku belum ada pembahasan perihal penundaan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen.

"Belum. Belum, belum dibahas," ujarnya saat ditemui awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/11/2024).

Kemudian, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Parjiono juga mengungkapkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.

Menurut Parjiono, pemberlakuan nantinya akan mengecualikan beberapa kelompok masyarakat miskin hingga pendidikan.

"Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi khususnya menjaga daya beli masyarakat, di situ kan pengecualiannya sudah jelas bahwa masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya di sana," kata Parjiono dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Prabowo Turun Gunung

Presiden Prabowo Subianto menegaskan, PPN 12 persen yang akan diterapkan per 1 Januari 2025 hanya dikenakan kepada barang-barang mewah. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Kan sudah diberi penjelasan PPN (12 persen) adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan. Tapi selektif hanya untuk barang mewah," kata Prabowo dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Prabowo menuturkan, tarif PPN 12 persen tidak akan diberlakukan kepada rakyat kecil. Dirinya pun berjanji akan selalu membantu dan melindungi rakyat kecil.

"Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 23 (2023) pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya. Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah," ujar Prabowo.

Guyur Insentif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pelanggan dengan daya listrik di bawah 6.600 VA dibebaskan dari PPN. Nilai pembebasan PPN tersebut mencapai Rp12,1 triliun.

"Untuk barang yang sangat strategis seperti listrik dan air, PPN-nya dibebaskan untuk listrik kecuali untuk rumah yang dayanya di atas 6.600 VA," ujarnya dalam paparannya di dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, Jakarta, Senin (16/12/2024).

"Untuk listrik tadi yang di bawah 6.600 (VA) PPN yang dibebaskan nilainya mencapai Rp12,1 triliun," kata dia.

Sedangkan pembebasan PPN atas air bersih nilainya mencapai Rp2 triliun.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan, hanya sekitar 0,5 persen dari pelanggan PLN yang akan dikenakan PPN untuk tarif listrik mereka, sementara 99,5 persen lainnya akan mendapatkan pembebasan PPN, terutama bagi pelanggan dengan daya listrik lebih rendah.

"Kami mengapresiasi bahwa PPN dikenakan pada 400 ribu pelanggan PLN di mana dayanya adalah 6.000 watt ke atas, dengan total jumlah pelanggan rumah tangga adalah 84 juta maka yang bebas PPN dari tarif listriknya adalah 99,5 persen," kata Darmawan.

"Sedangkan PPN untuk listrik dikenakan pada 0,5 persen pelanggan rumah tangga kami atau pelanggan yang terkaya dari desil yang ada dalam struktur pelanggan kami," ujar dia.

Lebih lanjut, pemerintah juga akan menggelontorkan bantuan beras selama dua bulan yakni Januari-Februari 2025 kepada sebanyak 16 juta penerima bantuan pangan (PBP). Bantuan pangan ini merupakan bagian dari paket stimulus kebijakan ekonomi per 1 Januari 2025.

"Bantuan pangan beras ini akan digelontorkan di bulan Januari-Februari untuk 16 juta PBP, di mana masing-masing PBP akan mendapatkan 10 kg beras. Fokusnya ada di desil 1 dan 2,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, ditulis pada Selasa (17/12/2024).

Berikut daftar lengkap 15 insentif yang telah disiapkan pemerintah dari keterangan resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Advertisement
Advertisement