Dalam tatanan organisasi, seorang Komisaris dari unsur independen seharusnya dituntut independensinya dalam mengimbangi peranan komisaris-komisaris yang ada. Namun kenyataannya sikap tersebut tidak menunjukkan independensi dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan AJB Bumiputera 1912 yang dijalankan oleh seorang Direksi.
Di samping hal tersebut, Ketua BPA merangkap sebagai Komisaris Utama yang pengangkatannyapun masih dipertanyakan dasar hukumnya dan menggunakan mekanisme ketentuan yang mana dan bahkan OJK telah menyatakan pengangkatan tersebut tidak sah. Ditambah lagi tuntutan pembayaran gaji bulanan serta pesangon sebagaimana beredar luas dalam pemberitaan-pemberitaan.
Dalam kondisi AJB Bumiputera 1912 tengah mengalami tekanan likuiditas tinggi, dengan banyaknya tunggakan-tunggakan kewajiban klaim asuransi kepada Pemegang Polis yang hampir menembus angka 12 Triliun serta tunggakan-tunggakan kepada Pekerja berupa belum terbayarnya sisa gaji selama 3 (tiga) bulan, Sumbangan Biaya Pendidikan, serta hak-hak normatif lainnya sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan tunggakan kepada Pihak Ketiga, sudah sepatutnya praktik-praktik demikian dipertanyakan oleh banyak pihak.
Sebagai Pemilik Perusahaan dan di tengah kondisi usaha mengalami kerugian, jika menggunakan pendekatan perbandingan badan usaha Perseroan Terbatas (PT), seharusnya Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA) menambah setoran modal ke Perusahaan guna mencukupi kesenjangan, sehingga hak-hak yang tertunggak dapat diselesaikan dengan baik.
Jika menggunakan pendekatan perbandingan badan usaha Koperasi, maka setiap kerugian yang terjadi ditanggung secara bersama-sama oleh Anggota. Kira-kira Usaha Bersama lebih pas menggunakan pendekatan yang mana ? Namun yang jelas dalam Anggaran Dasarnya khususnya Pasal 38 telah diatur secara jelas.